Simulasi Beli Alphard dari Jualan Online: Khayalan yang Perlu Dihitung
Terus terang, saya bukan orang yang terlalu nafsu soal otomotif. Dari dulu memang tidak terlalu paham mobil. Kalau dibandingkan mobil, saya justru lebih mudah tergoda melihat mechanical keyboard, graphic card baru, atau layar ultra HD yang melengkung itu. Tapi kali ini saya ingin mengajak sedikit berkhayal, karena mengkhayal itu gratis.
Ide tulisan ini berangkat dari cerita yang sering saya dengar. Ada yang curhat melihat tetangganya sudah berani beli mobil seperti Innova Venturer dari hasil jualan online. Fakta di lapangan memang begitu. Soal beli cash atau nyicil itu bukan urusan kita, yang jelas dia berani beli. Dulu, di awal-awal boom jualan online, pemandangan seperti ini sering sekali muncul. Alphard, Pajero Sport Dakar, dan mobil mahal lain seperti jadi simbol kesuksesan seller online.
Dari situ saya kepikiran satu pertanyaan sederhana: sebenarnya mungkin nggak sih beli Alphard dari hasil jualan online dalam waktu satu tahun? Supaya tidak cuma jadi obrolan kosong, saya coba simulasikan dengan hitung-hitungan sederhana.
Asumsi Dasar Simulasi
Dalam simulasi ini, saya pakai asumsi beli Alphard secara cash, bukan cicilan. Harga saya ambil angka kasar saja, sekitar Rp1,4 miliar. Artinya, dalam satu tahun kita perlu net profit bersih Rp1,4 miliar.
Net profit di sini sudah saya anggap sebagai uang bersih setelah gaji diri sendiri, kebutuhan keluarga, dan kewajiban pribadi lain. Jadi bukan omzet, bukan gross profit, tapi benar-benar sisa bersih yang aman dipakai beli aset pribadi.
Strategi Pricing: Supaya Simpel
Saya pribadi paling suka strategi pricing yang simpel: berapa kali HPP. Bukan markup persen, bukan margin ribet.
- HPP Rp10.000 → harga jual Rp20.000 = 2x HPP
Kenapa saya suka cara ini? Karena simpel dan mudah dikontrol. Di simulasi awal ini, kita pakai asumsi pricing 2x HPP. Admin fee marketplace saya asumsikan 15%. Angka ini sebenarnya bisa lebih besar, tapi kita pakai versi yang agak optimis dulu.
Setelah dipotong admin fee, secara kasar nilai yang kita pegang itu setara sekitar 1,7x HPP. Dari sini, gross profit cash basis-nya kira-kira di angka 41,2%.
Cash Basis dan Kenapa Saya Pakai Itu
Dalam pembukuan, saya sekarang fokus ke cash basis. Artinya, saya baru mengakui omzet ketika uang benar-benar masuk ke rekening. Kalau masih nyangkut di saldo marketplace atau e-wallet, itu belum saya anggap omzet.
Saya sudah pernah coba accrual basis, tapi jujur saja malah bikin pusing. Harus hitung per invoice, admin fee sebagai beban, dan detail lain yang secara praktik terasa berat untuk operasional harian.
Biaya Operasional, Iklan, dan Realita Lapangan
Dari pengalaman saya dan hasil tanya sana-sini, biaya operasional yang sehat di retail online itu sekitar 15%. Ini termasuk kontrakan, internet, gaji karyawan, gaji diri sendiri, kopi, galon, dan biaya lain yang tidak langsung masuk ke HPP.
Lalu soal iklan. Kalau main pricing 2x HPP, iklan biasanya tidak murah. Saya anggap 20% itu masih realistis untuk seller biasa yang belum punya personal branding kuat.
Ditambah retur, komplain, pajak, dan biaya kecil lain, akhirnya sisa net profit margin yang realistis itu sekitar 4,7%.
Target Omzet untuk Beli Alphard
Kalau net profit 4,7% itu harus menghasilkan Rp1,4 miliar, berarti kita perlu:
- Omzet bersih sekitar Rp29–30 miliar per tahun
- GMV sebelum admin fee kira-kira Rp32–35 miliar
Itu dengan asumsi admin fee 15%. Begitu admin fee naik ke 20% atau 30%, angka omzet yang dibutuhkan melonjak sangat jauh. Di sinilah banyak orang kaget, karena efek biaya itu sifatnya eksponensial.
Kalau Pricing Lebih Tipis?
Bagaimana kalau main 1,5x HPP? Secara teori bisa, tapi margin makin tipis. Walaupun iklan bisa lebih murah, tetap saja secara hitungan, target omzetnya bisa tembus ratusan miliar sampai triliunan kalau ingin beli Alphard dalam satu tahun. Realistis atau tidak, silakan masing-masing menilai sendiri.
Kalau saya pribadi, dengan pricing sekitar 1,8x HPP dan admin fee rata-rata 17–18%, target kasar saya kalau benar-benar mau beli Alphard cash dalam setahun itu perlu mengejar GMV sekitar Rp15 miliar.
Tapi jujur saja, saya tidak terlalu nafsu ke arah sana. Mudah-mudahan seterusnya juga begitu.
Pelajaran Penting dari Simulasi Ini
Buat saya, inti dari simulasi ini bukan soal mobilnya, tapi soal punya target. Target boleh ngasal, boleh berubah-ubah, itu manusiawi. Jauh lebih baik punya target meskipun berubah, dibandingkan tidak punya target sama sekali.
Setelah punya target, langkah berikutnya adalah tarik mundur. Kalau targetnya sudah jelas, lalu mundurkan langkahnya: tahun ini harus apa, bulan ini harus apa, sampai ke hari ini harus ngapain. Konsep ini sederhana, tapi sering dilupakan.
Jadi, mau target Alphard, Innova Venturer, Pajero Sport Dakar, atau target lain yang lebih sederhana, semuanya sah-sah saja. Yang penting, ada arah dan ada hitungannya.
Selebihnya, biarlah khayalan ini jadi pengingat bahwa di balik setiap flexing, selalu ada angka-angka panjang yang jarang dibicarakan.

0 Response to "Simulasi Beli Alphard dari Jualan Online: Khayalan yang Perlu Dihitung"
Posting Komentar