Apakah Dropship Masih Worth It dan Bagaimana Jika Supplier Lebih Murah?
Dalam tulisan kali ini, saya ingin berbagi pengalaman pribadi sekaligus menjawab dua pertanyaan yang paling sering saya terima seputar bisnis dropship. Pertanyaan pertama, apakah dropship masih worth it dijalankan saat ini? Dan yang kedua, bagaimana kalau supplier justru menjual lebih murah daripada kita sebagai dropshipper?
Kondisi Bisnis Saya Saat Ini
Per hari ini, sekitar 95% bisnis online yang saya jalankan adalah full dropship. Saya masih punya sedikit produk sendiri, tapi jumlahnya sangat terbatas dan belum ada rencana menambah produk baru dalam waktu dekat. Artinya, fokus utama saya sekarang memang ada di dropship.
Dari laporan 30 hari terakhir, hasilnya kurang lebih setara dengan sekitar 6 jutaan per hari, dan itu hampir semuanya dari dropship. Kalau ditarik ke belakang, performanya juga cukup konsisten. Ada bulan dengan omzet ratusan juta, ada juga yang lebih kecil, tapi secara umum tetap sehat.
Worth It atau Tidak? Jawabannya Relatif
Bagi saya pribadi, dropship itu worth it. Tapi besar atau kecilnya hasil tentu relatif, sangat tergantung pada struktur biaya yang kita miliki. Di posisi saya sekarang, biaya operasional tergolong sangat rendah.
Saya tidak perlu sewa gudang besar, tidak perlu stok barang, dan tidak perlu banyak karyawan. Untuk operasional jualan online, saya hanya dibantu satu admin chat, itu pun bekerja secara WFH. Dengan kondisi seperti ini, saya tidak pusing memikirkan biaya transport, kenyamanan kantor, atau overhead lain yang biasanya membebani bisnis konvensional.
Karena tidak ada biaya produksi dan inventory, cash flow saya jauh lebih ringan. Ini sangat berbeda dengan pengalaman saya dulu saat masih produksi sendiri. Waktu itu, meskipun omzet besar, cash flow sering tersendat karena uang tertahan di bahan baku dan barang jadi.
Perbandingan dengan Bisnis Produksi
Saat produksi, saya harus menyiapkan modal besar di awal. Uang langsung berubah jadi bahan baku, yang belum tentu cepat kembali karena masih harus diproduksi dan dijual. Artinya, butuh cash flow yang kuat dan napas yang panjang.
Di dropship, kondisi itu hampir tidak ada. Saya tidak perlu menyiapkan modal besar di depan. Inilah yang membuat dropship terasa jauh lebih ringan dan fleksibel, terutama untuk skala personal.
Untuk kebutuhan hidup sehari-hari, hasil dari dropship sudah lebih dari cukup bagi saya. Sementara kebutuhan sekunder dan tersier, seperti jalan-jalan keluarga atau keinginan lainnya, saya penuhi dari aktivitas lain seperti kelas, bootcamp, dan kerja sama di sindikat dropship.
Bagaimana Kalau Supplier Lebih Murah?
Pertanyaan kedua yang sering muncul adalah soal harga. Bagaimana kalau supplier menjual lebih murah daripada kita? Menurut saya, kalau mindset kita hanya adu murah, itu tanda kita belum bermain secara profesional.
Adu murah memang strategi paling simpel dan semua orang juga paham. Tapi bisnis tidak berhenti di situ. Masih banyak pendekatan lain yang bisa digunakan selain sekadar menurunkan harga.
Lagi pula, supplier tidak mungkin menguasai 100% market. Tidak ada satu penjual pun, seberapa murah harganya, yang bisa mengambil seluruh pasar. Selalu ada celah untuk mengambil sebagian kecil market, bahkan hanya 1–2 persen, dan itu tetap bisa sangat berarti.
Daripada sibuk ingin mengalahkan supplier, menurut saya jauh lebih masuk akal untuk fokus ke market. Bagaimana cara penetrasinya, bagaimana positioning produknya, dan bagaimana strategi marketingnya.
Peran Produk FOMO
Ada satu hal penting yang sering diabaikan, yaitu karakter produk. Produk yang sifatnya FOMO (fear of missing out) biasanya tidak terlalu sensitif terhadap harga. Banyak pembeli yang membeli karena takut ketinggalan tren, bukan karena mencari harga termurah.
Dari pengalaman saya, produk FOMO bisa dijual meskipun ulasannya belum banyak dan harganya lebih mahal. Ada segmen market yang waktunya terbatas dan tidak mau repot membandingkan harga ke banyak toko.
Ini berbeda dengan produk non-FOMO seperti kebutuhan harian atau komoditas umum, di mana pembeli cenderung lebih sensitif terhadap harga dan bisa menunda pembelian.
Kesimpulan Pribadi Saya
Bagi saya, dropship masih sangat worth it. Supplier yang lebih murah juga bukan masalah besar selama kita paham strategi dan karakter market. Tidak semua bisnis harus menang di harga, dan tidak semua market itu price sensitive.
Kalau ingin belajar lebih cepat dan tidak mengulang kesalahan yang sama, saya pribadi memilih membangun ekosistem dan belajar bersama. Dengan begitu, prosesnya bisa lebih terarah dan risikonya lebih terkontrol.
Semoga pengalaman ini bisa jadi gambaran dan bahan pertimbangan buat Anda yang sedang atau ingin menekuni bisnis dropship.

0 Response to "Apakah Dropship Masih Worth It dan Bagaimana Jika Supplier Lebih Murah?"
Posting Komentar