My Sticky Gadget

Bajuyuli baju muslim anak perempuan

Kenapa Saya Pensiun dari Live Shopee & TikTok — Pengalaman dan Pelajaran

Kenapa Saya Pensiun dari Live Shopee & TikTok — Pengalaman dan Pelajaran

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Di artikel ini saya ingin membagikan pengalaman singkat soal keputusan saya pensiun dari aktivitas live di Shopee dan TikTok, alasan di baliknya, serta beberapa pelajaran yang saya dapatkan selama prosesnya.

Latar belakang singkat

Saya sebenarnya aktif live hampir tanpa jeda sejak mulai menekuni platform live. Selama periode itu saya dan tim terus mencoba banyak hal: mengganti layout, fokus pada produk tertentu, menambah atau mengurangi host, mencoba sesi outdoor dan indoor, sampai eksperimen promosi di platform. Namun dari sisi metrik yang terukur, hasilnya tidak pernah benar-benar menutup biaya.

Angka-angka dan problem utama

Untuk memberi gambaran kasar (sesuai yang saya alami): pada satu periode kami mencatat total omset sekitar Rp30 juta per bulan dengan 7 host. Bila diasumsikan itu adalah profit murni (padahal bukan), secara sederhana Rp30 juta dibagi 7 menghasilkan sekitar Rp4 juta per host. Sementara gaji yang saya bayarkan waktu itu berkisar Rp2,4–2,7 juta per host — terlihat ada selisih, tapi kenyataannya masih belum menutup banyak pos biaya lain seperti HPP, biaya internet, perangkat, depresiasi, dan biaya operasional lain.

Selain itu, jam kerja live sangat padat (misal contoh 12 jam running dalam satu hari) dan perputaran host sering berubah—masuk keluar, jam kerja berkurang—yang membuat operasi sulit distabilkan meski sudah mencoba banyak pendekatan.

Pernah manis ketika pakai OBS

Salah satu momen terbaik adalah ketika kami bisa menggunakan OBS (software streaming). Dengan setup itu saya pernah mendapatkan omset lebih baik—dibandingkan live biasa—karena bisa menjalankan konten yang direkam/diotomasi sehingga tidak perlu capek briefing host tiap hari. Saat itu omzet terasa jauh lebih manis karena efisiensi, termasuk kemampuan menjalankan konten 24 jam dengan rekaman.

Nah, ketika opsi OBS itu tidak lagi bisa digunakan, performa kembali turun dan efeknya terasa sampai akhirnya saya memutuskan untuk berhenti sementara dari live.

Satu penyesalan kecil: perangkat

Saya menyesal karena sempat ngotot untuk tidak memakai iPhone sebagai perangkat utama. Dulu saya sempat meminjam iPhone hanya selama tiga hari dan belum melihat perubahan signifikan, tapi saya merasa belum pernah serius mencoba kombinasi perangkat yang lebih baik (mis. iPhone) secara konsisten. Mungkin saja ini salah satu faktor yang membuat live saya tidak pernah benar-benar meledak—meskipun ini belum tentu jadi solusi ajaib bagi semua orang.

Ringkasan pelajaran untuk yang ingin coba live

  • Perhitungan ekonomi harus realistis: hitung HPP, biaya internet, depresiasi perangkat, dan biaya tenaga.
  • Coba optimasi teknis—beberapa setup (seperti workflow dengan OBS atau perangkat yang lebih stabil) bisa berdampak besar pada efisiensi.
  • Jangan berharap hanya dari teori; pengalaman praktik bisa berbeda dan perlu diuji konsisten sebelum memutuskan skalasi.
  • Catat eksperimen dengan rapi: apa yang diuji, durasi, dan metrik hasilnya supaya keputusan lebih berbasis data.

Penutup

Itulah ringkasan pengalaman saya. Saya belum menutup kemungkinan untuk kembali, tapi untuk sekarang saya memilih berhenti dulu untuk mengevaluasi dan menata ulang. Semoga artikel ini bermanfaat bagi yang sedang mempertimbangkan untuk terjun ke live selling atau sedang mencari alasan kenapa hasilnya belum sesuai ekspektasi.

Untuk update dan sumber informasi lain, kunjungi ghanirozaqi.com.

Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

0 Response to "Kenapa Saya Pensiun dari Live Shopee & TikTok — Pengalaman dan Pelajaran"

Posting Komentar