My Sticky Gadget

Bajuyuli baju muslim anak perempuan

Jauhi Micromanaging

Setidaknya ada 2 buku yang saya baca, menyarankan untuk tidak jadi micromanager.
terjemahan bebas dari saya adalah ini:
Micromanaging adalah proses supervisi di suatu organisasi yang menentukan detil setiap langkah yang dilakukan oleh bawahan atau timnya..

Pernah denger manager atau pimpinan perusahaan yang nyuruh super detil dari A-Z? kerjakan ini di A, jam sekian, pakai software sekian, daaannn seterusnya... kurang lebih itulah micromanaging.

Bagus atau jelek? Sepengetahuan saya, lebih banyak jeleknya ketimbang bagusnya...

Micromanaging ini hanya bagus jika anda bekerja dengan orang yang "bodoh" atau ga ngerti apa apa. Misalkan anda mau nyuruh seseorang yang tidak berpengalaman mengerjakan suatu tugas yang anda sudah ahli, ini akan bijak kalau anda tentukan A-Z nya, dan si orang tersebut harus mengikuti arahan tersebut tanpa terlewat sedikitpun.

Kasarnya di lapangna, jika anda adalah manager, micromanaging hanya cocok jika anda menyuruh OB / operator "kelas bawah"

selebihnya, micromanaging ini buruk untuk perusahaan. kenapa?

Mematikan creativitas dan inovasi

Jika suatu tugas sudah ditentukan A-Z nya secara detil, maka orang yang mengerjakan tidak punya ruang untuk improvisasi. Ketika tidak ada ruang untuk improvisasi, tidak dibutuhkan skill kreativitas. Ketika kreativitas tidak ada, jangan harap ada inovasi.

Jika inovasi sudah tidak mungkin terjadi, tinggal tunggu waktu aja perusahaan bangkrut. Perusahaan yang bertahan adalah perusahaan yang mendistrupt dirinya sendiri dengan inovasi inovasi baru. Itu kata mbah Prof. Rhenald Kasali. (baca review saya tentang buku2 Rhenald Kasali di sini)

Capek!

Pemimpin yang micromanaging akan jauh lebih cape ketimbang yang tidak. Wajar banget lah. Karena manager yang micromanaging akan pusing memikirkan hal hal teknis detil, sedangkan yang tidak, akan fokus ke hal hal strategis.

Kalau seorang manager udah capek mengurusi hal hal teknis, ga ada waktu untuk mikirin pengembangan buat perusahaan... jadi perusahaan pun jadi melambat, atau bahkan mati..

Pemborosan

Jika anda punya anak buah selevel S1 ke atas. atau anak buah yang berpengalaman, merupakan suatu pemborosan jika anda tidak memberikan mereka ke-luwes-an dalam bekerja.

Percuma dong, punya ilmu mumpuni, tapi ga dipakai. Percuma dong punya pengalaman bagus, tapi ga dipakai. 

Daripada meng-hire talent S1 yang mahal, lebih baik memperkerjakan saja lulusan SD kalau anda masih micromanaging.

--

Sejujurnya awal awal saya full-time bisnis, saya super duper micromanaging. Setiap ada isntruksi dari saya, saya akan jabarkan super detil, dan ketika hal tersebut tidak dikerjakan sesuai dengan instruksi, saya akan marah.. ya begitulah..

2 tahun ke belakang saya insyaf. Seiring karyawan juga makin bagus bagus, yang tadinya rata2 lulusan SD, Sekarang 50% karyawan saya adalah lulusan SMA ke atas. Yang bisa lebih diajak berpikir, yang bisa untuk explore banyak hal.

Berkebalikan dengan istri saya. Istri saya, partner hidup dan bisnis saya, masih suka micromanaging. kadang saya tegur Istri saya masih komplain ke karyawan jika ada suatu kerjaan yang tidak sesuai persis dengan yang istri saya minta. Gpp, beda jam terbang.

Satu tips yang bagus jika anda mau lepas dari micromanaging adalah...

Jika ada inisiatif bagus dari karyawan, expect 80% dari harapan anda. Tapi anda tidak ikut campur sama sekali dengan bagaimana meng-eksekusinya.

Alhamdulillah, makin ke sini karyawan yang langsung berhubungan dengan saya (middle level manager) makin sering ngasih masukan dan inisiatif. Dan ketika inisiatif itu bagus, meski caranya (mungkin) salah, meski hasilnya belum tentu perusahaan butuhkan, akan saya biarkan. Akan saya push supaya inisiatif tersebut berjalan sesuai keinginan yang ngasih saran. Bukan sesuai dengan keinginan saya.

Jujur kalau udah gini, saya jadi lebih enak. Saya bisa lebih fokus ke hal hal yang visioner, ketimbang operasional sehari hari perusahana.

--

Semoga bermanfaat.

0 Response to "Jauhi Micromanaging"

Posting Komentar