Konsep Protokol Retur Versi 1: Pengalaman Awal Saya Mengatur Returan di Shopee
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Teman-teman, di video ini saya mau berbagi tentang konsep protokol retur versi 1 yang baru saya jalankan sekitar dua minggu terakhir. Ini masih tahap awal dan belum stabil, tapi saya ingin membagikan proses belajar saya selama mengatur returan di Shopee.
Latar Belakang
Sebelumnya, saya cukup cuek soal retur. Saya pernah menghitung kerugian dari retur sekitar dua sampai tiga juta rupiah dalam tiga bulan terakhir. Saat itu saya anggap sebagai CODB (Cost of Doing Business), biaya yang wajar dalam menjalankan bisnis. Tapi ternyata, setelah ikut komunitas MBGR, saya merasa harus lebih serius.
Di MBGR, ada salah satu anggota yang mengelola 10.000 paket per hari dan tetap menanganinya dengan teliti, bahkan sampai membuat protokol retur sendiri. Saya yang hanya menangani sekitar 50–100 paket per hari merasa malu. Dari situ saya sadar bahwa kecerobohan saya dalam urusan retur adalah bentuk kesombongan kecil dalam bisnis.
Jebakan Batman di Platform
Belakangan ini saya juga menyadari bahwa banyak jebakan Batman di berbagai platform e-commerce seperti Shopee, Lazada, dan TikTok. Kadang aturan mereka membuat kita mudah terjebak kalau tidak membaca dengan teliti. Bukan salah platform, tapi kalau kita tidak peka terhadap detail, bisa rugi sendiri.
Kenapa Harus Banding
Sebelum dua minggu terakhir, saya selalu pasrah dengan returan dan tidak pernah ajukan banding. Tapi setelah belajar, saya sadar kalau kita tidak banding, maka ongkir akan kita tanggung sendiri. Kalau kita banding, bahkan ketika ditolak, ongkir akan ditanggung Shopee dan kita tetap mendapat biaya packing sebesar Rp5.000. Kalau banding diterima, kita malah bisa dapat ongkir plus harga barang.
Jadi kesimpulannya: wajib banding. Ditolak atau diterima, kita tetap lebih untung daripada diam saja.
Metodologi yang Saya Jalankan
Saya akhirnya membuat sistem sederhana. Saya dan tim membuat grup WhatsApp khusus untuk retur. Setiap ada paket retur yang datang, tim wajib merekam video unboxing dan foto produk dengan tripod yang sudah dipasang permanen. Semua file dikirim ke grup agar mudah saya cek.
Saya tandai paket yang sudah diajukan banding dengan emoji jempol di grup agar tidak tertukar. Contoh kasus: pernah ada pesanan mukena yang datang malah baju koko. Itu saya langsung ajukan banding dan tandai di grup.
Kelemahan Sistem Versi 1
Tentu masih banyak kekurangan. Misalnya, belum ada cara praktis untuk mendeteksi selisih ongkir atau perbedaan biaya pengiriman yang sering muncul karena volume paket berubah di perjalanan. Kadang ongkir yang tercatat Rp5.000, tapi di laporan saldo muncul Rp10.000 atau lebih. Ini masih saya cari solusinya.
Selain itu, ada juga kasus retur yang tidak sesuai — misalnya customer mengirim balik barang berbeda (contoh: pesan mukena, tapi dikembalikan rokok). Ini saya anggap sebagai bentuk penipuan kecil (fraud) yang jarang, tapi tetap menjengkelkan.
Masukan untuk Versi Berikutnya
Saya ingin mengembangkan versi 2 protokol retur yang lebih rapi dan efisien. Mungkin nanti akan ada cara otomatis mendeteksi selisih ongkir, atau sistem yang bisa membantu meningkatkan peluang banding diterima. Kalau teman-teman punya ide atau pengalaman, mohon tulis di kolom komentar YouTube. Insyaallah bisa jadi jariyah dan bermanfaat bagi banyak seller lain.
Penutup dan Komunitas MBGR
Semua pelajaran ini saya dapat karena komunitas MBGR. Kami rutin Zoom setiap Jumat pukul 16.00–17.30. Sudah berjalan lebih dari dua tahun dengan manfaat luar biasa. Komunitas ini benar-benar membuka blind spot saya dalam bisnis online.
Buat yang mau support, bisa beli kaos MBGR di keranjang bawah video. Insyaallah hasilnya untuk mendukung kegiatan komunitas dan menjaga Zoom premium agar tetap berjalan.
Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa subscribe dan semoga pengalaman saya ini bermanfaat. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

0 Response to "Konsep Protokol Retur Versi 1: Pengalaman Awal Saya Mengatur Returan di Shopee"
Posting Komentar